Rabu, 06 November 2013

PERKEMBANGAN SOSIAL



Perkembangan social berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan social. Karena pola perilaku social atau yang tidak social dibina pada masa kanak-kanak awal atau masa pembantukan, pengalaman social awal sangat menentukan kepriadian setelah anak menjadi orang dewasa. Perkembangan social mengikuti suatu pola, yaitu suatu urutan perilaku social yang teratur. Perkembangan social dimulai sejak dini pada masa kanak-kanak dengan munculnya senyuman social. Masa kanak-kanak awal dikenal sebagai “usia pra-gang” karena pada masa ini anak belajar menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya dan mengenbangkan pola perilaku yang sesuai dengan harapan social. Pada waktu mulai sekolah, anak memasuki “usia gang” yaitu usia yang pada saat itu kesadaran social berkembang pesat. Banyak pola perilaku yang berkembang selama masa pra-gang dipakai sebagai landasan bagi pola yang berkembang selama usia gang. Meskipun demikian, sebagian dari pola tersebut, baik yang social seperti sikap sportif, tanggung jawab, dan kerja sama, maupun yang tidak social seperti  prasangka, diskriminasi, dan antagonism jenis kelamin diperkuat oleh tekanan kelompok teman sebaya. Pada masa puber merupakan masa berkembangnya pola perilaku tidak social dan anti social. Banyak bahaya dalam proses menuju perkembangan social yang umumnya dapat dikendalikan jika diketahui pada saat yang tepat dan jika dilakukan langkah perbaikan untuk menguranginya sebelum menjadi kebiasaan dan menimbulkan reputasi yang tidak baik. Diantara bahaya yang kurang serius dalam perkembangan social adalah keterlantaran social, terlalu banyak partisipasi social, ketergantungan yang berlebihan, penyesuaian diri yang berlebihan, dan tidak menyesuaikan diri.

ISU DAN PERMASALAHAN PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEPRIBADIAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR SERTA IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN



Perkembangan sosial anak berhubungan dengan kemampuan  anak dalam berinteraksi dengan teman sebaya, orang dewasa, atau lingkungan pergaulan yang lebih luas.  Kepribadian ada hubungannya dengan lingkungan sosial dan hubungan social. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa dalam perkembangan nya tersebut pasti ada isu-isu dan masalah-masalah yang timbul. Permasalahan perkembangan social dan kepribadian  diantaranya :
1.     Tingkah laku anak yang cenderung agresif
Anak yang cenderung agresif biasanya sedikit memiliki teman. Hal ini dikarenakan ketakutan anak yang lain akan sikap dan perilakunya. Anak yang agresif cenderung membahayakan anak yang lain.
Contoh nyatanya ada anak yang agresif, anak itu sengaja menyimpan pensil dengan posisi yang tajamnya berada di atas, anak tersebut memaksa temannya untuk duduk di kursi tersebut dan akhirnya temannya tersebut dilarikan ke rumah sakit dikarenakan luka yang cukup parah. Anak tersebut menganggap bahwa hal yang dilakukannya hanya bercanda. Tapi kenyataannya hal tersebut membahayakan dan mencelaka kan orang lain.
Contoh lain yang berkaitan dengan anak yang agresif , anak ketika pulang sekolah dan sesampainya di rumah langsung membuka paksa pintu, melempar sepatu dan tasnya.
Dari beberapa contoh peristiwa di atas dapat diketahui bahwa anak yang kecenderungan agresif itu akan menimbulkan dampak negative apabila tidak ada pengawasan dari orang dewasa di sekitarnya.
Anak yang agresif  bisa bermula dari kurangnya empati diduga karena pendidikan yang kurang dan juga pemahaman moral tidak tertanam dengan baik. Faktor orang tua yang cendrung cuek turut menjadi penyebab kurangnya akan menjadi agresif. Di lingkungan sekolah juga bisa diakibatkan karena bergabung dengan teman yang memiliki sifat agresif dan guru yang tidak begitu memahami karakter setiap siswanya.
Peranan orang dewasa terutama orang tua dan guru sangat berpengaruh dalam hal ini. Untuk itu, orang tua seharusnya lebih memperhatikan anaknya, berikan kasih sayang dan empati pada anak, dan alihkan lah agresifitas nya ke dalam hal yang positif, misalnya di sekolah belajar menggambar dan olahraga.
2.     Daya Suai Anak Kurang
Anak yang kurang penyesuaian diri nya itu merupakan anak yang jarang berinteraksi social dan perilaku sosialnya rendah. Anak yang daya suai nya kurang biasanya mudah tersinggung dan akhirnya menangis, memiliki rasa khawatir yang berlebih mengenai diterima atau tidak  oleh kelompok social.
Contoh nyata nya, ketika diamati ada anak yang selalu menyendiri ketika waktu istirahat, dan anak tersebut tidak pernah ikut bergabung bersama kumpulan teman lain nya. Dan apabila anak tidak diterima oleh kelompok temannya, maka anak akan menangis dan susah untuk mengendalikan dirinya sehingga sesampainya di rumah dia mengeluarkan emosinya dengan merusak barang yang ada di sekitarnya.
Dari contoh di atas terlihat bahwa anak yang tersebut tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan nya. Hal ini bisa di akibatkan oleh pola pengasuhan orang tua yang terlalu mengecam anak, tidak menpunyai waktu untuk sekedar berinteraksi dengan anak, selalu menbanding-bandingkan anak sehingga membuat anak terpojok kan, dan selalu merendahkan anaknya. Sikap orang tua seperti itu akan mengakibatnya melemahnya keberanian anak sehingga anak akan menunjukan rasa khawatir dan cemas yang berlebihan ketika di lingkungan social.Lalu di lingkungan sekolah, guru yang selalu memperhatikan siswa yang aktif saja, sedangkan yang lainnya diabaikan dan tidak diperhatikan(pilih kasih) dan guru yang selalu berlalu otoriter. Hal ini dapat menyebabkan anak pasif dalam kegiatan belajar mengajar dan akan mudah tersinggung saat di kritik.
Anak yang memiliki daya suai rendah hendaknya diperhatikan, khususnya oleh  orang tua dan guru.Orang tua sebaiknya jangan terlalu mengecam anak, harus bisa menerima kekurangan dan kelebihan anak dan juga berilah perhatian pada anak, puji anak saat anak melakukan hal baik sekecil apapun, dan peringatkan anak dengan lembut bila anak melakukan kesalahan. Di sekolah, guru seyogyanya bersikap bijaksana dan jujur, adakan kegiatan kelompok dan berilah kesempatan untuk setiap anak mengerjakan tugas di depan, dan juga ciptakan suasana belajar yang nyaman. Hal tersebut anak membuat anak berangsur-angsur dapat menyesuaikan dirinya.
3.     Anak yang memiliki perilaku merusak
Anak berperilaku merusak ketika sedang melampiaskan kemarahannya baik karena masalah di sekolahnya ataupun masalah dengan orang-orang yang berada di rumah. Anak akan melampiaskan kemarahannya dengan merusak sesuatu apapun yang ada di sekitarnya. Dan biasanya anak seperti ini merupakan anak yang memiliki pen gendalian diri yang lemah.
Untuk mengatasi anak yang berprilaku merusak, orang tua harus lebih empati terhadap anak, memperhatikan anak dan buatlah suasana setenang mungkin di rumah dan ajaklah anak berinteraksi sehingga anak bisa mencurahkan isi hatinya. Dengan demikian, amarahnya bisa sedikit meredam dan nengurangi terjadinya perilaku merusak.
Di sekolah, guru juga hendaknya mengontrol setiap tindakan siswa dan memberi pengertian pada siswa.
4.     Anak yang Pemalu
Anak pemalu biasanya akan mengalami kesulitan dalam bersosialisasi. Hal ini dikarenakan terlalu takutnya anak akan penilaian orang lain akan dirinya. Anak sulit untuk berinteraksi social dikarenakan percaya diri yang lemah. Anak tidak terbiasa memulai percakapan dan hanya menjawab dengan singkat apabila diajak berbicara.Dan hal ini beresiko terhambatnya perkembangan kecerdasan anak.
Anak menjadi pemalu bisa diakibatkan karena fisik yang tidak sempurna. Faktor lingkungan juga sangat berpengaruh, seperti kurangnya berinteraksi di lingkungan rumah, tidak adanya kenyamanan dalam berinteraksi karena orang tua terlalu memaksakan pada anaknya dan anak pun tidak bisa melawan. Di sekolah juga guru yang terlalu otoriter membuat interaksi antara guru dan anak didik kurang sehingga tidak ada pegaplikasian agar anak didik berani dan memiliki kepercayaan diri yang kuat.
Untuk itu orang tua ataup pun guru harus lebih sering berinteraksi dengan anak, bebaskan anak dalam berekspresi tetapi masih memberi control. Di sekolah contohnya guru mengajak anak bernyanyi dalam pelajara seni, memberi kesempatan untuk maju ke depan mengerjakan tugas, dan sebagainya.

Minggu, 09 Juni 2013

ANAK HIPERAKTIF


A.    PENDAHULUAN
Semua orang tua pasti menginginkan anaknya lahir dengan selamat dan normal baik fisik , perilaku, maupun mental. Namun, apa jadinya jika pada kenyataannya anak mereka mengalami ketidaknormalan seperti hiperaktif yang sering terjadi pada anak-anak. Tidak mudah tentunya bagi orang tua untuk menghadapi kondisi anak seperti ini. Untuk itu, sebagai orang tua harus mengenali dan mengetahui cara membimbing anak yang hiperaktif.

B.     ISI
Apa sebenarnya yang disebut hiperaktif itu ? Gangguan hiperaktif sesungguhnya sudah dikenal sejak sekitar tahun 1900 di tengah dunia medis. Pada perkembangan selanjutnya mulai muncul istilah ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity disorder). Untuk dapat disebut memiliki gangguan hiperaktif, harus ada tiga gejala utama yang nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif.
1.      Inatensi
Inatensi atau pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari kegagalan seorang anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain.
2.      Hiperaktif
Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan menimbulkan suara berisik.
3.      Impulsif
Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari gejala impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang menyelesaikan pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri misalnya. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif masih ada beberapa syarat lain. Gangguan di atas sudah menetap minimal 6 bulan, dan terjadi sebelum anak berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya dalam 2 situasi, misalnya di rumah dan di sekolah.
Problem-problem yang biasa dialami oleh anak hiperaktif
a.     Problem di sekolah
          Anak tidak mampu mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan baik. Konsentrasi yang mudah terganggu membuat anak tidak dapat menyerap materi pelajaran secara keseluruhan. Rentang perhatian yang pendek membuat anak ingin cepat selesai bila mengerjakan tugas-tugas sekolah. Kecenderungan berbicara yang tinggi akan mengganggu anak dan teman yang diajak berbicara sehingga guru akan menyangka bahwa anak tidak memperhatikan pelajaran. Banyak dijumpai bahwa anak hiperaktif banyak mengalami kesulitan membaca, menulis, bahasa, dan matematika. Khusus untuk menulis, anak hiperaktif memiliki ketrampilan motorik halus yang secara umum tidak sebaik anak biasa
b.    Problem di rumah
          Dibandingkan dengan anak yang lain, anak hiperaktif biasanya lebih mudah cemas dan kecil hati. Selain itu, ia mudah mengalami gangguan psikosomatik (gangguan kesehatan yang disebabkan faktor psikologis) seperti sakit kepala dan sakit perut. Hal ini berkaitan dengan rendahnya toleransi terhadap frustasi, sehingga bila mengalami kekecewaan, ia gampang emosional. Selain itu anak hiperaktif cenderung keras kepala dan mudah marah bila keinginannya tidak segera dipenuhi. Hambatan-hambatan tersbut membuat anak menjadi kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Anak dipandang nakal dan tidak jarang mengalami penolakan baik dari keluarga maupun teman-temannya. Karena sering dibuat jengkel, orang tua sering memperlakukan anak secara kurang hangat. Orang tua kemudian banyak mengontrol anak, penuh pengawasan, banyak mengkritik, bahkan memberi hukuman. Reaksi anakpun menolak dan berontak. Akibatnya terjadi ketegangan antara orang tua dengan anak. Baik anak maupun orang tua menjadi stress, dan situasi rumahpun menjadi kurang nyaman. Akibatnya anak menjadi lebih mudah frustrasi. Kegagalan bersosialisasi di mana-mana menumbuhkan konsep diri yang negatif. Anak akan merasa bahwa dirinya buruk, selalu gagal, tidak mampu, dan ditolak.
c.     Problem berbicara
          Anak hiperaktif biasanya suka berbicara. Dia banyak berbicara, namun sesungguhnya kurang efisien dalam berkomunikasi. Gangguan pemusatan perhatian membuat dia sulit melakukan komunikasi yang timbal balik. Anak hiperaktif cenderung sibuk dengan diri sendiri dan kurang mampu merespon lawan bicara secara tepat.
d.    Problem fisik
          Secara umum anak hiperaktif memiliki tingkat kesehatan fisik yang tidak sebaik anak lain. Beberapa gangguan seperti asma, alergi, dan infeksi tenggorokan sering dijumpai. Pada saat tidur biasanya juga tidak setenang anak-anak lain. Banyak anak hiperaktif yang sulit tidur dan sering terbangun pada malam hari. Selain itu, tingginya tingkat aktivitas fisik anak juga beresiko tinggi untuk mengalami kecelakaan seperti terjatuh, terkilir, dan sebagainya.
Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab hiperaktif pada anak :
a.      Faktor neurologik
1)     Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distres fetal, persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksimia gravidarum atau eklamsia dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Di samping itu faktor-faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohol juga meninggikan insiden hiperaktif
2)     Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Faktor etiologi dalam bidang neuoralogi yang sampai kini banyak dianut adalah terjadinya disfungsi pada salah satu neurotransmiter di otak yang bernama dopamin. Dopamin merupakan zat aktif yang berguna untuk memelihara proses konsentrasi
3)     Beberapa studi menunjukkan terjadinya gangguan perfusi darah di daerah tertentu pada anak hiperaktif, yaitu di daerah striatum, daerah orbital-prefrontal, daerah orbital-limbik otak, khususnya sisi sebelah kanan
b.      Faktor toksik
Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet memilikipotensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping itu, kadar timah (lead) dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif.
c.       Faktor genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga terlihat pada anak kembar.
d.      Faktor psikososial dan lingkungan
Pada anak hiperaktif sering ditemukan hubungan yang dianggap keliru antara orang tua dengan anaknya.
Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mendidik dan membimbing anak-anak mereka yang tergolong hiperaktif :
·         Orang tua perlu menambah pengetahuan tentang gangguan hiperaktifitas
·         Kenali kelebihan dan bakat anak
·         Membantu anak dalam bersosialisasi
·         Menggunakan teknik-teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif (misalnya memberikan pujian bila anak makan dengan tertib), memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak
·         Memberikan ruang gerak yang cukup bagi aktivitas anak untuk menyalurkan kelebihan energinya
·         Menerima keterbatasan anak
·         Membangkitkan rasa percaya diri anak
·         Dan bekerja sama dengan guru di sekolah agar guru memahami kondisi anak yang sebenarnya
Disamping itu anak bisa juga melakukan pengelolaan perilakunya sendiri dengan bimbingan orang tua. Contohnya dengan memberikan contoh yang baik kepada anak, dan bila suatu saat anak melanggarnya, orang tua mengingatkan anak tentang contoh yang pernah diberikan orang tua sebelumnya.
C.    KESIMPULAN
Gangguan hiperaktif sesungguhnya sudah dikenal sejak sekitar tahun 1900 di tengah dunia medis. Pada perkembangan selanjutnya mulai muncul istilah ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity disorder). Untuk dapat disebut memiliki gangguan hiperaktif, harus ada tiga gejala utama yang nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif. Problem yang biasa dialami anak hiperaktif yaitu anyak dijumpai bahwa anak hiperaktif banyak mengalami kesulitan membaca, menulis, bahasa, dan matematika. Sedangkan dirumah anak hiperaktif cenderung keras kepala dan mudah marah bila keinginannya tidak segera dipenuhi.Selain itu, dalam hal lainnya anak hiperaktif cenderung sibuk dengan diri sendiri dan kurang mampu merespon lawan bicara secara tepat, banyak anak hiperaktif yang sulit tidur dan sering terbangun pada malam hari. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan orang tua untuk mendidik anak yang tergolong hiperaktif, yaitu, orang tua perlu menambah pengetahuan tentang gangguan hiperaktifitas,kenali kelebihan dan bakat anak, membantu anak dalam bersosialisasi, dan sebagainya.
              Selain cara-cara tersebut, menurut saya apabila memiliki anak yang tergolong hiperaktif, sebagai orang tua hendaknya memberi contoh perilaku yang baik pada anak, jangan membentak anak karena menurut saya anak hiperaktif apabila dimarahi, maka anak tersebut bukannya diam tetapi sengaja melakukan hal yang tidak boleh anak itu lakukan. Selain itu orang tua yang sangat berperan penting dalam hal ini harus memberi kasih sayang dan perhatian yang cukup pada anak yang hiperaktif. Lebih dekat dengan anak tersebut dan jangan membiarkan anak bermain sendiri, usahakan untuk mengajak anak berlibur dengan keluarga. Untuk mengajari anak yang tergolong hiperaktif juga harus perlahan-lahan dan memiliki kesabaran lebih untuk membimbingnya.